Selasa, 06 Desember 2011

Makalah Wisata Budaya

Milang Qori Bashara
S1 Hopitality
Semester 1 / C
 
SEKOLAH TINGGI PARIWISATA AMBARUKMO
2011


Abstract
            Yogyakarta has a lot of destination tourism, can be categorized into two. That is the cultural attraction and tourist attraction article (convention and shopping). Potential destination tourism and attractionin Yogyakarta is a museum, historic building, cultural building, arts groups / tourist attraction and malioboro. Included in the category of cultural attractions one of which is Kampung Budaya Tamansari ( The Water Castle ). The purpose of this paper manucfature to find people who participant tourism development in Kampung Budaya Tamansari ( the Water Castle ). With the development of tourism which can be done by the people learning process for the community in preserving cultural heritage in the city of Yogyakarta.


A.      PENDAHULUAN
Latar belakang
            Pariwisata sebagaimana yang dikatakan John Nais bitt dalam bukunya Global Paradox, dapat dikategorikan sebagai indusrtri terbesar di dunia (the world’s largest industry) sekitar 8% dari ekspor barang dan jasa, pada umumnya berasal dari pariwisata. Di Asia tenggara, berdasarkan catatan WTO, pariwisata mem\nyumbang devisa negara sebesar 10%-12% dari DGP dan 7%-8% dari total emlploment.
            Indonesia sendiri negara urutan kedelapan, dikunjungi 5.064 juta orang dengan perolehan devisa 5,7 miliyar dolar Amerika pada tahun 2000, meski pada akhir tahun 1997 badai krisis melanda Indonesia, ancaman  teroris 11 september 2001 bom Bali, J.W Mariot kuningan memicu penurunan sektor wisata secara drastis. Pada 2003 Indonesia hanya dikunjungi 4,5 juta orang dengan penghasilan devisa 4,3 miliyar juta dolar Amerika.
            Untuk itulah, perlu dilakukan penelitian dengan melakukan need assessment, dan formulasi model pengembangan pariwisata berbasis masyarakat, supaya pengembangan dan konservasi wisata di Kota Yogyakarta dapat berjalan secara maksimal, efektif, dan efisien.
           



PERUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah peran serta masyarakat dalam pengembangan pariwisata di Kampung Budaya Tamansari?

TINJAUAN PUSTAKA
            Dimuat hal-hal konseptual dan praktis, secara terminologis perlibatan masyarakat dalam proyek pengembangan mempunyai banyak nama, yakni Community-Based Tourism (CBT), Community-Based Ecotourism (CBET), Agrotourism, Eco and Adventure Tourism dan homestay. Dikanlangan akademik belum ada konsesus terhadap istilah-istilah dari beragam tipe ini.
            Adapun definisi CBT adalah pariwisata yang menyadari menyadari kelangsungan budaya, sosial, dan lingkungan. Bentuk pariwisata yang seperti ini dikelola dan dimiliki oleh masyarakat untuk masyarakat seperti halnya Kampung Budaya Tamansari dan Desa wisata yang saat ini baru banyak berkembang, guna membantu para wisatawan untuk meningkatkan kesadaran mereka dan belajar tentang masyarakat dan tata cara hidup masyarakat lokal (local way of life). Dengan demikan, CBT sangat berbeda dengan pariwisata massa (mass tourism). CBT merupakan model pengembangan pariwisata yang berasumsi bahwa pariwisata harus berangkat dari kesadaran nilai-nilai kebutuhan masyarakat sebagai upaya membangun pariwisata yang lebih bermanfaat bagi kebutuhan, inisiatif dan peluang masyarakat lokal. CBT bukanlah bisnis / komersial wisata yang bertujuan untuk memaksimalkan profit bagi para investor. CBT lebih terkait dengan dampak pariwisata bagi masyarakat dan sumber daya lingkungan (environmental resources). CBT lahir dari strategi pengembangan masyarakat dengan menggunakan pariwisata sebagai alat untuk memperkuat kemampuan organisasi masyarakat rural/lokal.
            Pelibatan masyarakat dalam pariwisata atau community-bassed tourism telah banyak dilakukan. Ketertarikan terhadap partisipasi masyarakat dalam dunia pariwisata tampaknya berakar di Amerika awal 1970-an. Penggunaan forum bersama yang dihadiri oleh pemimpin masyarakat, konstituen, perancang pariwisata yang diharapkan. Ada pendapat bahwa keuntungan dari community approach yang diadvokasikannya dapat bermanfaat bagi penduduk dan para pengunjung.

B.                  ASAL USUL TAMANSARI
            Taman Sari Yogyakarta atau Taman Sari Keraton Yogyakarta adalah situs bekas taman atau kebun istana Keraton Yogyakarta, yang dapat dibandingkan dengan Kebun Raya Bogor sebagai kebun Istana Bogor. Kebun ini dibangun pada zaman Sultan Hamengku Buwono I (HB I) pada tahun 1758-1765/9. Awalnya, taman yang mendapat sebutan "The Fragrant Garden" ini memiliki luas lebih dari 10 hektare dengan sekitar 57 bangunan baik berupa gedung, kolam pemandian, jembatan gantung, kanal air, maupun danau buatan beserta pulau buatan dan lorong bawah air. Kebun yang digunakan secara efektif antara 1765-1812 ini pada mulanya membentang dari barat daya kompleks Kedhaton sampai tenggara kompleks Magangan. Namun saat ini, sisa-sisa bagian Taman Sari yang dapat dilihat hanyalah yang berada di barat daya kompleks Kedhaton saja.
            Konon, Taman Sari dibangun di bekas keraton lama, Pesanggrahan Garjitawati, yang didirikan oleh Susuhunan Paku Buwono II sebagai tempat istirahat kereta kuda yang akan pergi ke Imogiri. Sebagai pimpinan proyek pembangunan Taman Sari ditunjuklahTumenggung Mangundipuro. Seluruh biaya pembangunan ditanggung oleh BupatiMadiun, Tumenggung Prawirosentiko, besrta seluruh rakyatnya. Oleh karena itu daerah Madiun dibebaskan dari pungutan pajak. Di tengah pembangunan pimpinan proyek diambil alih oleh Pangeran Notokusumo, setelah Mangundipuro mengundurkan diri. Walaupun secara resmi sebagai kebun kerajaan, namun bebrapa bangunan yang ada mengindikasikan Taman Sari berfungsi sebagai benteng pertahanan terakhir jika istana diserang oleh musuh. Konon salah seorang arsitek kebun kerajaan ini adalah seorang Portugis yang lebih dikenal dengan Demang Tegis.
            Kompleks Taman Sari setidaknya dapat dibagi menjadi 4 bagian. Bagian pertama adalah danau buatan yang terletak di sebelah barat. Bagian selanjutnya adalah bangunan yang berada di sebelah selatan danau buatan antara lain Pemandian Umbul Binangun. Bagian ketiga adalah Pasarean Ledok Sari dan Kolam Garjitawati yang terletak di selatan bagian kedua. Bagian terakhir adalah bagian sebelah timur bagian pertama dan kedua dan meluas ke arah timur sampai tenggara kompleks Magangan.
            “Umbul Pasiraman" atau ada yang menyebut dengan "Umbul Binangun" (versi lain "Umbul Winangun") merupakan kolam pemandian bagi Sultan, para istri beliau, serta para putri-putri beliau. Kompleks ini dikelilingi oleh tembok yang tinggi. Untuk sampai ke dalam tempat ini disediakan dua buah gerbang, satu di sisi timur dan satunya di sisi barat. Di dalam gerbang ini terdapat jenjang yang menurun. Di kompleks Umbul Pasiraman terdapat tiga buah kolam yang dihiasi dengan mata air yang berbentuk jamur. Di sekeliling kolam terdapat pot bunga raksasa. Selain kolam juga terdapat bangunan di sisi utara dan di tengah sebelah selatan.
            Bangunan di sisi paling utara merupakan tempat istirahat dan berganti pakaian bagi para puteri dan istri (selir). Di sebelah selatannya terdapat sebuah kolam yang disebut dengan nama "Umbul Muncar". Sebuah jalan mirip dermaga menjadi batas antara kolam ini dengan sebuah kolam di selatannya yang disebut dengan "Blumbang Kuras". Di selatan Blumbang Kuras terdapat bangunan dengan menara di bagian tengahnya. Bangunan sayap barat merupakan tempat berganti pakaian dan sayap timur untuk istirahat Sultan. Menara di bagian tengah konon digunakan Sultan untuk melihat istri dan puterinya yang sedang mandi kemudian yang tubuh telanjangnya paling mengesankan sultan akan di panggil ke menara. Di selatan bangunan tersebut terdapat sebuah kolam yang disebut dengan "Umbul Binangun", sebuah kolam pemandian yang dikhususkan untuk Sultan dan Permaisurinya saja. Pada zamannya, selain Sultan, hanyalah para perempuan yang diizinkan untuk masuk ke kompleks ini. Ini di mungkinkan karena semua perempuan (permaisuri, istri ( selir ) dan para putri sultan) yang masuk ke dalam taman sari ini harus lepas baju (telanjang), sehingga selain perempuan di larang keras oleh sultan untuk masuk ke Taman Sari.




































C.      PEMBAHASAN
Dalam peta kepariwisataan nasional, potensi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menduduki peringkat kedua setelah Bali. Penilaian tersebut didasarkan pada beberapa faktor yang menjadi kekuatan pengembangan wisata di DIY. Pertama, berkenaan dengan keanekaragaman objek. Dengan berbagai predikatnya, DIY memiliki keanekaragaman objek wisata yang relatif menyeluruh baik dari segi fisik maupun non fisik, disamping kesiapan sarana penunjang wisata. Sebagai kota pendidikan, Yogyakarta relatif memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Kedua, berkaitan dengan ragam spesifikasi objek dengan karakter mantap dan unik seperti kraton, candi prambanan, kerajinan perak di Kotagede. Spesifikasi objek ini masih didukung oleh kombinasi objek fisik dan non fisik dalam paduan yang seras. Kesemua faktor tersebut memperkuat daya saing DIY sebagai propinsi tujuan utama primary destination) tidak saja bagi wisatawan nusantara maupun wisatawan
    Tamansari sepenuhnya dikelola dan dimiliki oleh keraton Yogyakarta. Situs pemandian Sultan tempo dulu ini lebuh dulu ada dari pada masyarakat di sekitarnya.
Oleh karena itu, keberadaan masyarakat Tamansari merupakan multiplayer effects dari Tamansari. Dengan demikian, dengan alasan hisrtoris dan kultular ini pengelolaan dan pengembangan Tamansari tidak melibatkan partisipasi masyarakat setempat. Sebagai multiplayer effects dari keberadaan Tamasari, dalam masyarakat Tamansari dan sekitaranya terdapat komunitas perajin batik dan sanggar tari. Komunitas ini menjadi daya tarik penunjang wisata Tamansari tersendiri, komunitas-komunitas yang ada di Tamansari tidak di-management dengan baik sehingga perannya sekedar sebagai penunjang kegiatan pariwisata di situs Tamansari. Pada tahun 1980an, Tamansari merupakan disentra kerajinan batik yang menjadi jujukan setiap pengunjung taman sari. Sayang, karena terjadi persaingan yang sangat menyedihkan di antara pengusaha, akhirnya sentra batik terpuruk (wawancara dengan Hadjir Dikdodarmodjo, tokoh masyarakat Tamansari pada 19 September 2005).
Selain itu karena adnya guide liar yang berasal dari luar Tamansari menjadi persoalan tersendiri. Penduduk setempat, sebenarnya, tidak menginginkan mereka turut menerangkan historisitas Tamansari. Karena menurut masyarakat setempat, merekalah yang seharusnya menerangkan dan menjelaskan kepada wisatawan yang datang. Disamping masalah di atas, juga terjadi masalah terhadap sudut pandang antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat tidak mendapatakan ijin dari dinas pariwisata kota jogja untuk menjadikan Tamansari sebagai Kampung Budaya yang dapat menjadi objek wisata yang bersifat kebudayaan dan dapat menunjukan jati diri. Akibat tidak diterbitkannya ijin dari dinas masyarakat jadi terhambat untuk melaksanakan programnya.
Adapun alasan pemerintah utuk tidak menebitkan ijin karena takut merubah historis yang ada. Jadi dinas hanya memugar bangunan tanpa adanya peran dari masyarakat yang mengembangkannya. Pemerintah sudah menerbitkab aturan dan tata tertib tentang cagar budaya. Padahal masyarakat sudah mempunyai program yang akan direalisasi jika mendapatkan ijin dari dinas. Program tersebut dapat menunjang Tamansari agar masyarakat dapat menjaga cagar budaya, melestarikan kesenian dan kerajinan masyarakat setempat sehingga masyarakat juga mendapatkan income yang lebih. Beberapa kegiatan ynag sudah disiapkan antara lain kursus membatik, kursus menari jawa dan turis dapat menginap untuk mempelajarinya. Akan tetapi, karena ada aturan tertulis dan tidak tertulis bahwa turis mancanegara tidak boleh menginap dan tinggal di wilayah kraton, maka hal tersebut sulit diwujudkan.
Dalam merumuskan model yang efektif untuk mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat di Kota Yogyakarta, khususnya yang berada dikawasan Tamansari. cara pandang dalam melihat keterlibatan masyarakat dalam pariwisata dengan membuat actionplan. Actionplan yang dirumuskan oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Namun, komunitas-komunitas yang ada di Tamansari tidak dimanajemen dengan baik, sehinnga perannya sekedar sebagai penunjang kegiatan pariwisata di situs Tamansari.
            Dengan adanya potensi wisata diatas, perlibatan partisipasi masyarakat dalam pariwisata di Kampung Budaya Tamansari masih minim. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Condroyono, kepala Baparda DIY yang menyatakan bahwa sense of tourism masyarakat DIY, termasuk birokrasinya masih sangat rendah.

D.     KESIMPULAN
           
            Tamansari adalah salah satu aset bersejarah yang dimiliki oleh keraton. Tamansari mempunyai historis sejak dahulu sebelum masyarakat setempat tinggal di daerah tamansari. Tamansari bisa dikembangkan tetapi hanya membangun dan memugar, hanya dilakukan oleh orang – orang pilihan dari berbagai daerah atas seijin keraton tanpa mengubah dan mengurangi bentuk tamansari itu sendiri, agar historis tamansari tetap terjaga.
            Ditingkat kebijakan, sudah ada upaya dari para stake holders untuk sedapat mungkin melibatkan masyarakat dalam pengembangan masyarakat. Namun, perencanaan dan pengembangan tersebut masih bersifat praktis-teknis dengan memberikan insentif kepada pelaku budaya dan belum pada pengembangan konsep yang komprehensif untuk mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat.
            Masyarakat menginkinkan model kampung budaya. Sebab masyarakat di sekitar Tamansari sudah memiliki potensi dan model budaya (cultural capital) yang beragam seperti kerajinan batik tradisional, gejog lesung, wayang kulit, pandhe besi dan lain-lain, maka ada beberapa metode yang perlu dilakukan, yakni pertama, menyadarkan masyarakat bahwa seluruh kegiatan pariwisata yang ada di Tamansari adalah wisata budaya (cultural tourism) lintas sektor. Kedua, mengidentifikasi batasan-batasan kegiatan pariwisata tradisional guna menyediakan pengalaman dan interaksi budaya yang lebih beragam dan berjangkauan luas. Ketiga, melakukan desain baru untuk memperbaiki yang sudah ada guna menciptakan pengalaman-pengalaman berpariwisata. Keempat, mengaitkan pengembangan wisata dengan kebutuhan masyarakat setempat. Kelima, menciptakan suatu produk sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pariwisata. Keenam, menciptakan produk-produk wisata lain berbekal modal budaya untuk memperoleh kemandirian dan kesejahteraan ekonomi sendiri.





F.       DAFTAR PUSTAKA
Profil Kota Yogyakarta 2003: 11
Etyanto P,2005:11
Pikiran Rakyat, 13 Desember 2004
Kedaulatan Rakyat, 13 juli 2005
CIFOR,2004: 4
Jurnal penelitian Bappeda
Hadjir Dikdodarmodjo

Minggu, 04 Desember 2011

Wawancara PR PT.ASELI Dagadu Djokja

Nama : Charly Agreta
            Arini Nur Rochmawati
            Oktavia Winasari Radeatama
            Milang Qori Bashara
Jurusan : S1 hospitality
Kelas/Semester : 1 / C
Narasumber    : Kholilla Ditya Paramita ( Mita )
Jabatan            : CRO ( Customer Relations Officer ) divisi Publis Relations
Perusahaan     : PT. ASELI Dagadu Djokja
Alamat              : jl. IKIP PGRI No.50 Sonopakis, Yogyakarta

Kami    : “Sudah berapa lama Kak Mita mengisi posisi sebagai PR pada PT.ASELI Dagadu Djokja?”
Narasumber : “Sudah 2 tahun 9 bulan.”
Kami    : “Apa hal tersulit yang Kak Mita hadapi selama mengisi posisi sebagai PR, bagaimana cara untuk mengahdapinya ?”
Narasumber : “hal tersulit itu ketika pekerjaan tidak disa terselesaikan dengan baik, cara menyelesaikannya ya….dengan menikmati pekerjaan, tidak menjadikan pekerjaan sebagai beban.”
Kami    : “Bagaimana cara mempromosikan produk yang baik sehingga bisa memberikan kepuasan kepada pelanggan?”
Narasumber : “Cara promosi yang baik itu ya jujur, jangan sampai konsumen merasa tertipu sehingga tidak mau membeli produk kami lagi.”
Kami    : “Apa tindakan yang Kak Mita lakukan bila ada konsumenyang tidak puas dan komplain mengenai produk yand ditawarkan?”
Narasumber : “Meminta maaf dan menerima komplain sebagai kritik untuk dijadikan bahan evaluasi.”
Kami    : “Dalam pencapaian sebuah tujuan perusahaan, pasti ada sebuah usaha dan persaingan. Persaingan seperti apa yang Dagadu hadapi dan kiat apa untuk mengatasi persaingan tersebut?”
Narasumber : “Persaingan yang Dagadu hadapi saat ini yang bagaimana caranya supaya dagadu djokja tidak dijiplak kreativitasnya, kiat kiatnya…ya terus berinovasi di bidang yang digeluti, jangan menghasilkan sesuatu yang hasilnyamenyontek produk lain, supaya lebih memiliki identitas.”
Kami    : “Apa alasan Kak Mita menjadi PR? Tujuan apa yang akan dicapai setelah menjabat sebagai PR?”
Narasumber : “Alasan menjadi seorang PR karena say mencintai bidang tersebut, I love my job! Tujuannya ya…supaya saya bisa mencapai keinginan untuk menjadi PRO yang profesional.”
Kami    : “Apa suka dukanya menjadi menjadi seorang PR?”
Narasumber : “ Sukanya ya…punya banyak teman, relasi luas, dikenal banyak orang. Selama ini tidak ada duka menjadi seorang PR karena saya mencintai pekerjaan saya.”
Kami    :  “Kendala apa yang Kak Mita alami ketika bekerja di bagian PR?”
Narasumber : “ Kendalanya tidak ada, hanya saja seorang PR harus mampu meyakinkan dan membuat masyarakat / konsumen percaya kepada kita.”
Kami    : “Media apa sajakah yang digunakan untuk promosi produk Dagadu?”
Narasumber : “Sosial media pastinya, twitter @dagadudjokja, FB Dagadu Djokja, website juga www.dagadu.co.id , sms blsating, poster.”

Tugas perundang undangan no 10 / 2009


            MILANG QORI BASHARA
S1 HOSPITAITY
SEMESTER 1 / C

            Pariwisata adalah sebuah bidang yang sangat dinamis dimana memerlukan SDM yang kompeten dalam bidang pariwisata. Pada kenyataanya banyak SDM di Dinas Pariwisata maupun yang mengurusi pariwisata tidak sesuai dengan bidangnya.
Tentang RIPPDA ditenekankan perlunya dukungan masyarakat dalam penyusunan dan implementasi RIPPDA. Yang diperlukan dalam sebuah pengembangan pariwisata adalah partisipasi bukan hanya dokumen hasil studi dari para pakar. Lebih lanjut Hendrie menguraikan tentang perlunya management destinasi yang lebih komprehensif dan menggunakan konsep borderless yaitu menghilangkan batas batas administrasi. Seharusnya konsep cluster lebih dikedepankan dalam pengembangan pariwisata. Cluster ditentukan berdasarkan kesamaan karakteristik strategis ditiap wilayah dimana lebih banyak tidak sama bentangan lahannya sebagaimana batas administrasi di tetapkan.
Pendekatan destinasi juga menjadi hal baru dalam UU 10/2009 yaitu pendekatan kawasan strategis nasional, daerah, cross border, integrasi horizontal, vertical dan diagonal. Usaha pariwisata: peraturan menteri dan komplikasi perijinan, pengelolaan hak, kewajiban dan larangan. Tidak secara eksplisit disebutkan promosi, tapi langsung devisa.
Undang Undang kepariwisataan telah disahkan lebih dari satu tahun yang lalu. UU ini sebagai salah satu upaya untuk memperoleh tatanan sistem pemerintahan yang lebih baik dan lebih relevan. Dalam state of art pariwisata dipengaruhi oleh lima hal termasuk produk, management, environment, technology dan demand.
UU Kepariwisataan sebelumnya lebih memfokuskan pada pengusahaan pariwisata semata. Hendrie Adji Kusworo, yang bertindak selaku pembicara pada seminar itu menjelaskan bahwa pengusahaan pariwisata hanyalah menjawab pertanyaan tentang bagaimana jika ingin berusaha dalam bidang pariwisata. Maka kemudian tidak heran jika pada UU sebelumnya hal hal seperti Saptapesona lebih banyak muncul. Masyarakat dikenai kewajiban, namun tidak dianggap memiliki hak sebagai wisatawan. Dalam UU Kepariwisataan yang baru, fokus pada isu kepariwisataan lebih kentara. Hal ini dapat dilihat dalam azas, tujuan dan fungsi. Kepariwisataan dalam hal ini dimaksudkan sebagai sebentuk kegiatan pariwisata yang memiliki sebuah misi didalamnya yaitu untuk sepenuhnya kesejahteraan rakyat baik rakyat sebagai penyedia attraksi maupun sebagai wisatawan.
Secara garis besar, beberapa hal yang baru dalam UU Kepariwisataan No 10/2009 adalah :
  1. Pembangunan, Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan, Hierarki cakupan (Industri, destinasi, pemasaran, dan kelembagaan) dan pendekatan.
  2. Terdapatnya pengembangan sistem informasi kepariwisataan (opsional)
  3. Badan promosi pariwisata daerah (opsional): relevansinya dengan lembaga sejenis dan pemerintah (Tugas pokok dan fungsi) ruang lingkup urusan kepariwisataan vs pariwisata.
  4. Gabungan industri pariwisata Indonesia. Pemda menyelenggarakan pelatihan SDM standar kompetensi naker kepariwisataan sertifikasi naker dna usaha, status kelembagaan mandiri.
  5. Pengembangana sistem informasi kepariwisataan (opsional)
  6. Badan promosi pariwisata daerah (opsional): relevansinya dengan lembaga sejenis dan pemerintah (Tugas pokok dan fungsi) ruang lingkup urusan kepariwisataan vs pariwisata. Gabungan industri pariwisata Indonesia. Pemda menyelenggarakan pelatihan SDM standar kompetensi naker kepariwisataan sertifikasi naker dna usaha, status kelembagaan mandiri.
Manfaat :
Dapat memenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan setiap intelektual setiap wisatawan dengan rekreasi dan perjalanan wisata. Serta menigkatkan pendapatan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

 Tujuan :
a.       Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
b.      Meningkatkan kesejahteraan rakyat
c.       Menghapus kemiskinan
d.      Melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya
e.       Memajukan kebudayaan
f.       Mengangkat citra bangsa
g.      memupuk rasa cinta tanah air;
h.      memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan
i.        mempererat persahabatan antarbangsa